KETIKA PERUSAHAAN TUMBUH LEBIH CEPAT DARIPADA MASYARAKAT

Selamat datang di daryusman.staff.ut.ac.id

KETIKA PERUSAHAAN TUMBUH LEBIH CEPAT DARIPADA MASYARAKAT

Makin banyak para ekonom yang mulai kritis terhadap distribusi pendapatan selama beberapa dekade terakhir. Di balik pertumbuhan teknologi dan perusahaan-perusahaan raksasa yang ukurannya mulai nyalip negara-negara berukuran sedang, ada sesuatu yang gak beres. Perusahaan-perusahaan tersebut tumbuh lebih cepat, jauh lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Artinya mereka tumbuh lebih cepat darupada ekosistem itu sendiri. Tentu saja ini tidak sustainable.
 
Untuk dapat melihat dengan jelas, kita ambil contoh sederhana. Ada sebuah empang. Dalam empang ada ekosistem plankton, ikan-ikan kecil, dan ikan-ikan besar. Plankton adalah makanan. Ikan kecil makan plankton. Ikan besar makan ikan kecil. Nah, apa yang akan terjadi ketika ikan-ikan besar tumbuh lebih cepat daripada seluruh ekosistem tersebut? Ekosistem tersebut pasti tidak sustainable. Alam pasti akan “mengoreksi” ekosistem tersebut. Ini persoalan matematika. Tidak perlu menggunakan analisis ekonomi yang sangat dalam untuk melihat bahwa ini tidak sustainable.
 
Ekonomi adalah ekosistem. Secara sederhana bisa digambarkan sebagai berikut. Perusahaan adalah pabrik produksi. Dan masyarakat umum adalah mesin konsumsi. Pabrik mengalirkan uang kepada masyarakat melalui gaji dan suplai bahan baku. Kemudian masyarakat umum mengalirkan uang ke pabrik melalui konsumsi atau belanja sehari-hari. Dengan begitu maka roda ekonomi berjalan. Ekosistem hidup.
Sekarang bayangkan pabrik tumbuh lebih cepat daripada masyarakat umum. Pabrik menjual barang lebih mahal, membayar gaji lebih sedikit, sehingga keuntungannya lebih banyak. Pabrik tumbuh lebih besar daripada masyarakat.
 
Apakah fenomena ini terjadi sekarang? Dari banyak riset, ya, ini terjadi saat ini. Perusahaan-perusahaan raksasa tumbuh sangat cepat. 5 perusahaan terbesar masing-masing laba bersihnya mendekati 100 milyar dolar (1.400 triliun rupiah). Gross margin mereka secara konsisten meningkat. Dari tahun tahun 1980-an sampai saat ini, gros margin perusahaan-perusahaan di dunia naik dari rata-rata 15% menjadi 60%. Artinya mereka membayar gaji karyawan lebih sedikit, membayar bahan baku lebih sedikit, dan mengambil keuntungan lebih banyak.
 
Masalahnya adalah ketika masyarakat tidak tumbuh, atau tumbuh lebih lambat daripada pabrik, maka siapa yang akan mengkonsumsi hasil produksi pabrik? Maka pabrik-pabrik besar akan mengambil alih pangsa pasar pabrik-pabrik kecil.
 
Dari puluhan hasil riset, inilah yang saat ini sedang terjadi di dunia. Ukuran perusahaan-perusahaan besar semakin membesar. Jumlah perusahaan kecil berkurang. Artinya perusahaan-perusahaan besar “memakan” perusahaan-perusahaan kecil.
 
Ketika memakan perusahaan kecil, ukuran perusahaan besar terus membesar. Sementara ruang pertumbuhan terbatas. Karena masyarakat umum stagnant atau tumbuh lebih lambat daripada perusahaan-perusahaan besar tersebut. Konsumsi masyarakat tumbuh lebih lambat daripada produksi perusahaan-perusahaan besar tersebut.
 
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Maka konsumsi masyarakat perlu di kasih “dopping” agar naik agar bisa mengimbangi kenaikan produksi perusahaan-perusahaan besar. Maka dibuatlah “inklusi keuangan”. Masyarakat umum disuruh ngutang, diberi akses kredit, agar bisa menambah konsumsi lebih besar daripada pendapatan mereka.
 
Apakah ini sudah terjadi? Ya. Ini sudah terjadi di negara-negara kaya. Dari banyak riset, tabungan perusahaan-perusahaan besar tersebut tumbuh pesat dan sangat besar. Sementara utang masyarakat umum (household) naik pesat. Artinya, tabungan perusahaan mengalir kepada masyarakat umum melalui utang. Artinya perusahaan-perusahaan besar kelebihan duit, kemudian ditabung di bank. Dan bank memimjamkan uang tersebut kepada masyarakat umum agar masyarakat umum meningkatkan konsumsi melebihi pendapatan mereka.
 
Jika teman-teman merasa ada banyak sekali sms atau WA yang menawarkan “pinjaman uang” dari bank atau nonbank dalam beberapa tahun terakhir, ya, itu adalah salah satu “tanda-tanda” tersebut.
 
Apakah model ekonomi seperti ini sustainable? Tentu tidak. Karena semua utang harus di bayar. Ketika utang tidak bisa dibayar artinya krisis. Model ekonomi seperti ini tidak sustainable. Dan tidak perlu ilmu ekonomi yang sangat dalam untuk membaca ini. Karena ini adalah persoalan matematika. Tidak ada ikan yang bisa tumbuh lebih besar daripada empang. Tidak ada perusahaan yang bisa tumbuh lebih besar daripada ekosistem. Ketika itu terjadi, jalan satu-satunya adalah runtuhnya ekosistem.
 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *